Berifakta.com – Pada tahun 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, atau Mendikbudristek, menetapkan peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2021.
Dalam aturan ini, terdapat pembahasan mengenai pencegahan, penanganan, berbagai bentuk pelecehan seksual, mekanisme, hak korban, sanksi bagi pelaku, dan aspek-aspek terkait lainnya. Menurut Winarsunu (2008), pelecehan seksual mencakup berbagai perilaku berkonotasi seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban. Sementara menurut Rubenstein (dalam Collier, 1998), pelecehan seksual dapat diartikan sebagai perilaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang merendahkan penerima.
Dilansir dari Kompas (2022), kesadaran masyarakat terkait kekerasan seksual masih rendah, meskipun insiden kekerasan tersebut terus terjadi di berbagai daerah. Oleh karena itu, dilakukan riset mengenai kekerasan di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Purwakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan mahasiswa mengenai kekerasan seksual antara tanggal 16 Oktober 2023 hingga 5 November 2023.
Hasil wawancara menunjukkan hasil yang mencemaskan. Sebagian besar responden belum sepenuhnya memahami isi Permendikbud tersebut. Dari pertanyaan terkait pemahaman terhadap peraturan tersebut, sebagian besar mahasiswa mengaku telah mengetahuinya, tetapi pemahaman mereka masih terbatas. Sebagai contoh, Rachmi Syafia dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar menyatakan, “Kurang lebih paham cuman masih kurang.”
Baca Juga: PSTI UPI Purwakarta Gelar Workshop Microlearning untuk Guru PAUD hingga SMK
Lebih lanjut, wawancara juga mengungkapkan bahwa mahasiswa menyadari pentingnya keberadaan Permendikbud dalam melindungi mereka dari kekerasan seksual. Tasya Fazriatul Ula dari Program Studi Sistem Telekomunikasi mengungkapkan, “Iya penting, karena sebagai pelindung kita sebagai mahasiswa, dan kita tidak tahu akan terjadi apa khususnya mengenai kekerasan seksual.”
Dalam merespon upaya pencegahan, responden menyoroti perlunya keberadaan komunitas khusus pencegahan kekerasan seksual, seperti Ruang Peka di UPI. Saadah Hidayat dari Program Studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini menyatakan, “Adanya komunitas khusus pencegahan kekerasan seksual, contoh implementasinya seperti fasilitas Ruang Peka di UPI yang dinaungi oleh para pendiri, maupun polinter yang kompeten dan terpercaya.”
Terakhir, pertanyaan mengenai hal yang paling diinginkan untuk lebih dipahami dari isi Permendikbud menunjukkan keinginan untuk memahami sistem penyelidikan yang diatur dalam peraturan tersebut. Rahma Jaimatul Azhar dari Program Studi Pendidikan Sistem dan Teknologi Informasi menyatakan, “Sistem penyelidikan dari permendikbud untuk mengatasi sebuah kasus pelecehan seksual.”
Dari hasil wawancara ini, dapat disimpulkan bahwa kesadaran terkait Permendikbud dan kekerasan seksual di lingkungan kampus masih perlu ditingkatkan. Sosialisasi yang lebih efektif perlu diimplementasikan melalui sarana dan prasarana kampus, dengan harapan dapat mengurangi insiden kekerasan seksual dan menciptakan lingkungan kampus yang aman dan mendukung.
Penulis:
Aniiqi Karima Ali dkk.
Mahasiswa Pendidikan Sistem & Teknologi Informasi (PSTI) UPI Purwakarta
Pembimbing:
Rizki Hikmawan, M.Pd.
Dosen Pendidikan Sistem & Teknologi Informasi (PSTI) UPI Purwakarta