Berifakta.com – Partai Demokrat tak merasa sebagai partai yang disebut-sebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memiliki mantan Bendahara tersangkut tindak pidana pencucian uang.
Adapun Mahfud, sebelumnya mengungkit kasus pencucian uang yang dilakukan oleh eks bendahara sebuah partai politik (parpol) yang hingga kini tak diusut lebih lanjut. Mahfud tak menyebut nama eks bendahara yang dimaksud.
Baca Juga: Kementerian ESDM Beri Informasi Harga BBM Pertalite Bisa Turun?
Perlu diketahui, Demokrat sempat memiliki mantan Bendahara Umum, Nazaruddin yang divonis bersalah dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet serta kasus penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.
“Maksudnya Wabendum Parpol yang juga dulu menteri dan terkena kasus korupsi bansos kali? Juliari Batubara yang ditangkap KPK dan ramai dengan tagar maling bansos?” tanya Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, Minggu (12/3/2023).
Oleh sebab itu, Herzaky meminta pernyataan yang mengaitkan bendahara parpol tersebut dikonfirmasi terlebih dulu pada Mahfud.
Baca Juga: Opung Luhut Singgung OTT KPK, Begini Tanggapan dari ICW
Hal ini agar diketahui pasti siapa sosok yang dimaksud bendahara partai politik itu. Di sisi lain, Herzaky meminta Mahfud tak mengalihkan isu utama yang ingin diusut yaitu dugaan pencucian uang pada pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Lagipula, jangan kemudian dipakai ke pengalihan isu. Jelaskan saja Rp 300 triliun transaksi mencurigakan di Kemenkeu. Dibuka dengan terang benderang. Kan orang-orangnya masih menjabat. Nama-namanya masih ada,” pinta politisi Partai Demokrat itu.
“Jangan malah mau disembunyikan dan menyinggung kasus belasan atau puluhan tahun lalu,” sambung dia.
Baca Juga: Kemenko Perekonomian dan KADIN Dorong UMKM Naik Kelas untuk Hadapi Resesi Ekonomi
Jika Mahfud mengalihkan isu, Herzaky menilai hal itu sama seperti pepatah “Gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, tetapi jarum di seberang lautan kelihatan”.
Ia meminta kebobrokan oknum pegawai Kemenkeu diselesaikan terlebih dulu oleh Mahfud. Hal ini, menurutnya bisa dilakukan mulai dari menjelaskan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu.
“Jangan diputar-putar, jangan berbelit-belit, jangan ditutup-tutupi. Nanti masyarakat mikirnya ada yang buat deal-deal di belakang,” ungkapnya.
Baca Juga: Menkes Budi Respons BPOM Pidanakan Industri Farmasi soal Kandungan Etilon Glikol
Herzaky meyakini Mahfud bisa membongkar kasus dugaan pencucian uang di lingkungan Kemenkeu. Hal ini karena berkaca pada kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yang terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
“Ayo, Pak Mahfud. Kemarin-kemarin bisa bantu bongkar kasus Sambo. Mari dibongkar yang Rp 300 triliun di Kemenkeu ini maupun kasus-kasus lainnya terkait anak buah Sri Mulyani ini. Jangan malah dibawa ke mana-mana, bahkan ke kasus yang sudah belasan tahun dan tidak ada dasarnya,” ujarnya.
“Masyarakat pasti dukung bersih-bersih di jajaran Kemenkeu saat ini. Jangan kasih kendor Pak Mahfud, meskipun ditekan sana-sini,” pungkas Herzaky.
Baca Juga: Tahun Baru, Ajang Pelajar Menata Diri Sambut Era Society 5.0
Mahfud MD mengungkit kasus pencucian uang yang dilakukan oleh eks bendahara sebuah parpol yang hingga kini tak diusut lebih lanjut. Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
“Saudara masih ingat seorang koruptor besar itu. Dihukum, lalu pengadilan menyebut masih ada 62 kasus yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang itu bendahara sebuah partai itu,” ujar Mahfud.
“Itu kan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sampai sekarang tidak ada lanjutannya. Itu yang akan kita gebrak. Karena untuk apa kita buat Undang-undang (UU) TPPU kalau yang begitu tidak selesai,” katanya lagi.
Baca Juga: Inspirasi Lulusan Terbaik UCIC Cirebon: Do’a Orang Tua dan Kerja Keras
Mahfud mengungkapkan, bendahara parpol yang dimaksud dihukum enam tahun penjara karena menerima suap senilai milaran rupiah.
“Orang dihukum enam tahun karena katanya menerima suap sekian miliar, ini uangnya yang masih ratusan miliar ini kok dibiarin? Lalu, timbul kecurigaan jangan-jangan dibagi-bagi. Kan begitu kalau ilmunya hakim,” kata Mahfud.
“Kalau begitu mulai dari kecurigaan ini. Kenapa ini kok dibiarin, padahal sudah muncul di pengadilan, sudah muncul di pertimbangan hakim, masih dibiarin sampai sekarang,” imbuh dia.