MALANG, Berifakta.com – Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menghadirkan Prof. Gautam Kumar Jha dari Jawaharlal Nehru University dalam kelas berjudul “Politics in Multiculturalism: Building Asian Community.” Kelas ini merupakan bagian dari kolaborasi Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Eurasia Foundation dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.
Ia membuka paparan dengan menggambarkan Asia sebagai mozaik raksasa, yaitu kawasan yang memiliki sekitar 4,7 miliar penduduk terbentang dari Asia Utara yang didominasi wilayah Rusia; Asia Tengah seperti Kazakhstan dan Uzbekistan; Asia Selatan dan Asia Timur yang menaungi dua negara berpenduduk raksasa, India dan Tiongkok; hingga Asia Barat dengan sekitar 20 negara merdeka berpenduduk ratusan juta jiwa, serta Asia Tenggara yang terbagi antara daratan Indochina dan Kepulauan Melayu termasuk Indonesia dan Filipina.
Latar demografis dan geografis yang majemuk itu, ujar Prof. Gautam, menjadikan multikulturalisme sebagai kebutuhan strategis agar kelompok budaya, etnis, dan agama dapat hidup berdampingan secara harmonis. “Ketika dikelola dengan baik, keberagaman melahirkan pertukaran tradisi dan gagasan, memacu kreativitas dan inovasi, serta membuka peluang ekonomi yang lebih luas,” jelasnya. Di saat yang sama, multikulturalisme memperkuat kohesi sosial dan memperkaya ruang belajar bagi setiap individu, dari keluarga hingga institusi pendidikan dan pasar kerja.
Prof. Gautam menegaskan, membangun masyarakat multikultural yang ideal tidak lepas dari tantangan. “Politik populer yang mudah tersulut isu identitas, tarik-menarik antara hak minoritas dan mayoritas, serta batas-batas hak atas praktik budaya menuntut penataan yang cermat,” tambahnya.
Ia menambahkan, negara-negara Asia dapat menjadikan keberagaman sebagai sumber kekuatan, bukan sumber friksi, bila prinsip-prinsip multikulturalisme diterjemahkan ke kebijakan yang operasional: mulai dari kurikulum dan layanan publik multibahasa, jaminan anti-diskriminasi, hingga kanal partisipasi warga lintas kelompok.
“Upaya ini bukan sekadar menjaga stabilitas dan persatuan sosial, melainkan juga menyusun landasan komunitas Asia yang saling menghargai, saling belajar, dan saling menguatkan di tengah dinamika geopolitik dan ekonomi global yang terus berubah,” pungkasnya mengakhiri sesi kelas. (*)

