Jakarta, berifakta.com – Polri bakal bersinergi dengan sejumlah stakeholders untuk mengecek hasil laboratorium menyusul Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) menarik ratusan obat sirup buntut maraknya kasus gagal ginjal akut terhadap anak-anak.
“Hari ini tim dari Bareskrim bekerja dengan agenda mengecek hasil laboratorium bersama Kemenkes dan BPOM,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Senin (24/10/2022).
Baca juga: Catat! Menkes Budi Rilis Daftar 91 Obat Pemicu Pasien Gagal Ginjal Akut
Dedi menambahkan, hingga kini pihaknya belum bisa memastikan ada atau tidaknya unsur dugaan tindak pidana dalam kasus gagal ginjal akut ini. Polisi masih menanti hasil pemeriksaan laboratorium terhadap obat yang diduga mengandung etilon dan dietilon glikol.
“(Unsur pidananya) nanti. Ini masih nunggu hasil laboratorium,” ujar Dedi.
Baca Juga: Polres Mamuju, Khawatirkan Penggunaan Sepeda Listrik oleh Anak-anak
Ia juga menyebut, polisi masih dalam tahap penyelidikan fenomena gagal ginjal akut. Dedi menuturkan, Polri mengatensi maraknya kasus gagal ginjal akut yang merenggut ratusan nyawa anak Indonesia.
“Dan tahapnya masih penyelidikan. Tunggu informasi perkembangan (penyelidikan) dari Bareskrim. Tim melakukan penyelidikan secara sinergi dan atensi kejadian tersebut,” ucap Dedi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangun Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut kasus gagal ginjal akut yang tengah marak di Indonesia.
“Tadi malam saya terus langsung telepon ke Pak Kapolri supaya kasus gagal ginjal akut ini diusut untuk ditelaah kemungkinan ada-tidaknya tindak pidana,” ujar Muhadjir kepada wartawan, Sabtu (22/10/2022).
Baca Juga: KontraS Ajak Sejumlah Ahli Teliti Kandungan Gas Air Mata dalam Tragedi Kanjuruhan
Menurutnya, pengusutan oleh kepoilisian menjadi penting karena bahan baku berbahaya itu berasal dari luar negeri.
“Ini harus kita lakukan karena, berdasarkan data awal, ini adalah bahan baku impor dari sebuah negara yang sekarang negaranya justru tidak kena. Tetapi kenapa justru negara yang mengimpor kok kena. Ada tiga negara yang kena, termasuk Indonesia,” kata Muhadjir.