Garut, berifakta.com – Bagaimana cara menyiapkan siswa SMK agar tak hanya mahir secara teknis, tetapi juga siap menghadapi tantangan dunia kerja yang dinamis? Pertanyaan inilah yang coba dijawab Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTI) UPI melalui Workshop Microlearning Soft Skills bagi Guru SMK bertema “Dari Sekolah ke Dunia Nyata: Strategi Penguatan Soft Skill dalam Kerangka SDGs”. Bertempat di SMKN 15 Garut, kegiatan ini diikuti oleh 22 guru produktif dan normatif-adaptif. Workshop ini menjadi salah satu bentuk nyata komitmen FPTI UPI dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya pengabdian kepada masyarakat, dan didukung pendanaan dari RKAT FPTI UPI.
Mengapa Soft Skills Penting untuk SMK?
Di era yang serba cepat, perusahaan tidak hanya mencari lulusan yang menguasai mesin atau teknologi, tetapi juga yang mampu berkomunikasi dengan baik, bekerja sama dalam tim, beradaptasi dengan perubahan, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah. Inilah yang disebut soft skills, dan sering kali justru menjadi pembeda utama di dunia kerja. Melalui pendekatan microlearning yang mengusung pembelajaran singkat berdurasi 3–5 menit yang fokus pada satu kompetensi, guru bisa menyisipkan latihan soft skills secara efektif di tengah pembelajaran kejuruan. Hasilnya, siswa tidak hanya terampil, tetapi juga memiliki sikap kerja profesional.
Baca Juga : Ustadz Adi Hidayat Jadi Dosen UPI, Perkuat Kajian Linguistik
Ketua Pelaksana, Prof. Dr. Ana Menyampaikan Sambutan dan Urgensi Kegiatan
Ketua pelaksana kegiatan, Prof. Dr. Ana, M.Pd., guru besar bidang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, mengawali jalannya workshop dengan menegaskan pentingnya transferable skills sebagai keterampilan lintas bidang yang dapat diterapkan di berbagai situasi kerja. Penelitian beliau yang berfokus pada keterampilan ini menjadi sangat relevan, karena sebagian besar transferable skills adalah soft skills yang menjadi modal utama siswa SMK untuk beradaptasi, berkolaborasi, dan bersaing di dunia kerja. Prof. Dr. Ana juga menegaskan, kegiatan ini sejalan dengan SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 8 (Pekerjaan Layak & Pertumbuhan Ekonomi). Membekali guru dengan strategi penguatan soft skills berarti menyiapkan siswa SMK yang lebih siap kerja, lebih kompetitif, dan lebih berdaya di pasar kerja.
Rangkaian Kegiatan yang Padat dan Interaktif
Workshop dua hari ini dirancang dengan alur pembelajaran yang saling menguatkan. Hari pertama diawali dengan sesi brainstorming yang dipandu oleh Dr. Saripudin melalui pemutaran video pandangan HRD sektor kesehatan. Tayangan ini memotret langsung ekspektasi dunia industri terhadap lulusan SMK, menjadi landasan bagi peserta untuk memahami mengapa soft skills harus berjalan seiring dengan penguasaan keterampilan teknis.
Baca Juga : Edu Global School Bandung Raih Apresiasi Kemendiktisaintek sebagai Lembaga Pendidikan Modern
Narasumber Menghadirkan Pemahaman Mendalam tentang Soft Skills
Pemahaman tersebut menjadi pintu masuk bagi materi di hari kedua, yang dibuka oleh Dr. Eng. Agus Setiawan, M.Si. selaku Dekan FPTI dan Koordinator UNESCO-UNEVOC Centre Indonesia. Ia menguraikan arah kebijakan pendidikan vokasi abad ke-21, menghubungkan tuntutan global seperti green skills, deep learning, dan coding dengan agenda nasional. Peserta diajak melihat bahwa penguatan soft skills bukan sekadar tren, melainkan amanat kebijakan internasional yang mempersiapkan generasi muda menghadapi transformasi dunia kerja.
Dari kerangka kebijakan tersebut, Prof. Dr. Ir. Dedi Rohendi, M.T., IPM. membawa diskusi ke ranah yang lebih personal: siapa yang akan menjalani kebijakan itu, yakni generasi Z. Ia memetakan tren future skills yang harus dikuasai generasi ini, mulai dari 4C (communication, collaboration, critical thinking, creativity) hingga literasi digital, sembari menyoroti tantangan kolaborasi lintas generasi. Dengan begitu, peserta dapat melihat hubungan antara arah kebijakan makro dan kebutuhan riil profil lulusan di lapangan.
Memahami profil lulusan kemudian mengantarkan pada pertanyaan berikutnya: bagaimana mengajarkannya? Dr. Dedy Suryadi, M.Pd. menjawabnya dengan memaparkan strategi integrasi dan desain pembelajaran adaptif. Ia memperkenalkan metode seperti Project-Based Learning, Teaching Factory, hingga role play yang memungkinkan soft skills tumbuh secara alami di tengah proses pembelajaran teknis.
Baca Juga : UMM Cetak Pemimpin Muda yang Peduli Lingkungan
Desain Modul Microlearning Soft Skills untuk Implementasi di Kelas
Untuk memastikan ide-ide tersebut dapat diimplementasikan, Dr. Afridha Laily Alindra, S.Pd., M.Si. memandu sesi Workshop Desain Modul Microlearning Soft Skills. Peserta dilatih memetakan kompetensi, menyusun tujuan perilaku, dan merancang skenario pembelajaran singkat yang relevan dengan dunia kerja, sehingga konsep integrasi yang dipaparkan sebelumnya dapat dituangkan menjadi produk nyata.
Akhirnya, agar modul yang telah dirancang benar-benar efektif, Fajriani Ulfah Firdaus, M.Pd. menutup rangkaian materi dengan membahas teknik evaluasi. Ia menunjukkan cara mengukur perkembangan soft skills secara terstruktur menggunakan rubrik observasi kerja tim, komunikasi, dan tanggung jawab. Dengan demikian, seluruh rangkaian materi tidak berdiri sendiri, tetapi membentuk siklus utuh mulai dari pemahaman konteks, penetapan arah kebijakan, pengenalan profil peserta didik, strategi pembelajaran, perancangan modul, hingga evaluasi yang terukur.
Peserta Antusias dan Proaktif Selama Workshop
Guru-guru peserta workshop mengaku antusias dan merasa mendapatkan “amunisi” baru untuk membuat pembelajaran lebih hidup dan relevan. Banyak yang berencana segera mengintegrasikan modul microlearning ke RPP dan praktik kelas semester depan. “Dengan cara ini, siswa tidak hanya bisa lulus ujian, tapi juga lulus wawancara kerja,” ungkap salah satu peserta sambil tersenyum.
Melalui workshop ini, FPTI UPI berharap jejaring kolaborasi dengan SMK semakin kuat, dan implementasi pembelajaran vokasi yang kaya soft skills dapat menjadi gerakan bersama demi melahirkan lulusan yang unggul, adaptif, dan berdaya saing global.
Kontributor: M.O.R