CIREBON, Berifakta.com – Alokasi belanja pegawai di Kabupaten Cirebon menembus angka 40 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Porsi tersebut mencakup gaji, tunjangan, dan berbagai fasilitas bagi aparatur sipil negara (ASN). Namun, tingginya pengeluaran ini belum sepenuhnya diiringi dengan peningkatan mutu pelayanan publik.
KH. Dr. M. Habib Khaerussani, M.Pd., akademisi sekaligus tokoh masyarakat Cirebon, menilai kondisi ini ironis. “Lebih dari empat dari setiap sepuluh rupiah di APBD habis untuk pegawai. Angka ini sebanding dengan mengorbankan sebagian belanja pembangunan demi memastikan pegawai nyaman bekerja. Tapi kenyamanan itu tidak selalu berbuah pelayanan publik yang lebih baik,” ujarnya, Senin (11/08/2025).
Habib memaparkan, keluhan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan masih marak terdengar. Mulai dari antrean panjang di sejumlah layanan publik, prosedur administrasi yang berbelit-belit, pelayanan lambat, hingga sikap aparatur yang dianggap kurang ramah. “Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi juga menyangkut mentalitas dan komitmen aparatur,” tambahnya.
Tidak hanya itu, sejumlah pemberitaan negatif terkait oknum ASN di Kabupaten Cirebon kerap menghiasi media. Kasus-kasus yang mencuat meliputi tindakan asusila, penyalahgunaan wewenang, hingga dugaan korupsi. Menurut Habib, kejadian-kejadian tersebut menjadi bukti bahwa tingginya belanja pegawai belum otomatis menjamin integritas dan profesionalitas.
Ia menegaskan, solusi dari persoalan ini bukan sekadar pengetatan anggaran, tetapi penguatan pendidikan karakter bagi para pegawai negeri. “ASN perlu dididik dan dibina agar memahami bahwa gaji dan fasilitas yang mereka terima berasal dari uang rakyat, yang harus dibalas dengan pelayanan maksimal,” tegasnya.
Habib juga mendorong pemerintah daerah memperkuat mekanisme pengawasan internal dan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran. Selain itu, perlu dilakukan reformasi pelayanan publik yang berorientasi pada kepuasan masyarakat, termasuk pemangkasan prosedur dan pemanfaatan teknologi untuk mempercepat proses administrasi.
“Belanja pegawai yang besar seharusnya menjadi investasi sumber daya manusia yang berdampak langsung bagi masyarakat, bukan sekadar beban anggaran,” tutupnya. (*)