MALANG, Berifakta.com – Keberhasilan Jepang sebagai negara maju tidak hanya didorong oleh kemajuan teknologi, namun juga oleh sistem pendidikan yang membangun kompetensi komunikasi, kolaborasi, dan moralitas yang kuat. Pengantar tersebut disampaikan oleh Dianni Risda, M.Ed. dalam kelas Multikulturalisme di Asia yang bertajuk “The Education of Foreign Language and Intercultural Understanding”. Kelas ini merupakan hasil kolaborasi Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Eurasia Foundation dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.
Pendidikan moral di Jepang, yang dikenal sebagai Dotoku Kyoiku, telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan mereka. Di masa lalu, prinsip-prinsip ini diterapkan melalui hanko, sekolah khusus untuk anak-anak samurai. Di hanko, Jugaku (ajaran Konfusianisme) diajarkan untuk mempertahankan eksistensi samurai, menanamkan nilai etika, tata krama, dan rasa hormat kepada yang lebih tua, serta dedikasi terhadap pimpinan. “Masyarakat Jepang sangat antusias dalam belajar karena mereka percaya bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci untuk kehidupan yang baik,” terang Dianni.
Moralitas di kalangan samurai yang dikenal sebagai “Yumi ya no michi” atau “jalan busur dan anak panah” terbentuk sejak zaman Kamakura dan diperkuat pada zaman Edo dengan pengaruh Konfusianisme, terutama Neo-Konfusianisme. Prinsip-prinsip ini menuntut kesetiaan mutlak, pengorbanan, kehormatan, dan dedikasi penuh kepada tuan mereka, yang menjadi pilar spiritual dalam sistem feodal Jepang. Setelah periode Meiji, nilai-nilai ini diintegrasikan ke dalam moralitas nasional. Salah satu pepatah yang terkenal dari budaya samurai adalah “Bushido to iu wa shinu koto to mitsuketari” atau “Seorang Samurai rela mati demi tuannya.”
Terdapat tujuh prinsip dasar samurai yang diwariskan hingga kini dalam pendidikan moral: tidak mendurhakai yang lebih tua, tunduk kepada orang yang lebih tua, tidak berbohong, tidak bertindak pengecut, tidak menghina yang lemah, tidak makan di luar rumah, dan tidak berbicara dengan wanita di tempat terbuka.
Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa pendidikan di Jepang tidak hanya mencakup aspek akademik, melainkan juga penanaman nilai moral yang dalam. “Jepang adalah contoh bagaimana pendidikan dapat membentuk karakter masyarakat dan mempertahankan tradisi luhur yang tetap relevan dalam kehidupan modern,” pungkas Dianni Risda. (*)