OPINI – Pada masa pandemi, mengakibatkan seluruh kegiatan terhambat dan terbatas termasuk di bidang pendidikan yang ikut kena imbasnya. Pemerintah menghimbau seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring demi menekankan angka covid yang sebelumnya membludak. Oleh karena itu, sekolah menerapkan pembelajaran secara daring berlangsung selama kurang lebih 2 tahun.
Di masa pandemi covid, pembelajaran secara daring mengakibatkan terjadinya learning loss yang berbeda-beda dalam ketercapaian dalam ketercapaian pada peserta didik. Selain itu, Indonesia telah lama mengalami learning crisis. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) mengambil upaya dalam pemulihan pembelajaran yaitu mencanangkan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka merupakan sebuah kurikulum dengan kegiatan belajar mengajar yang beragam di mana konten akan lebih maksimal supaya peserta didik mempunyai waktu yang cukup dalam mengkaji konsep serta menguatkan kompetensi. Tenaga pendidik memiliki kebebasan dalam memilih perangkat ajar. Dengan demikian, dalam pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar serta minat pada peserta didik.
Kurikulum Merdeka di jenjang SMA/MA terdiri atas dua fase, yaitu fase E yang diterapkan di kelas X dan fase F yang diterapkan di kelas XI dan kelas XII hal itu sesuai dengan surat keputusan Mendikbud Ristek. Dalam struktur Kurikulum Merdeka di jenjang SMA/MA adanya dua kegiatan penting, yaitu Pembelajaran Intrakurikuler dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Baca Juga: Menakar Peluang dan Tantangan Gerakan Dakwah Bagi Generasi Milenial Pada Era Transformasi Digital
Pada observasi yang kami lakukan di salah satu SMA, kami mendapati jika penggunaan Kurikulum Merdeka ini, hanya diterapkan di kelas 10. Penggunaan Kurikulum Merdeka di SMA ini merupakan angkatan ketiga dan masih proses dalam memaksimalkan kurikulum tersebut. Pada Kurikulum Merdeka, Sekolah memiliki kebebasan menentukan kebijakan dalam proses pelaksanaan pembelajaran.
Terdapat sekolah yang mengatur 4 bulan untuk teori dan 2 bulan untuk membuat projek ataupun sebaliknya, disesuaikan pada kebijakan sekolah masing-masing. Proses pengerjaan projek ini, komite belajar hanya memberikan tema aja dan membebaskan peserta didik yang menentukan projek nya sendiri.
Baca Juga: Prodi PSTI UPI Purwakarta Gelar Workshop MTCNA Fasilitasi Guru Bersertifikat Internasional
Tenaga pendidik dapat mengakses sebuah platform atau website Merdeka Mengajar menggunakan akun belajar.id. Akan tetapi, menurut hasil observasi terdapat kendala dalam penyusunan modul ajar. Pada website merdeka belajar, materi-materi atau bahan ajar untuk kelas 10 masih belum lengkap tetapi pada kelas 11 sudah lengkap. Sedangkan masih ada SMA yang baru menerapkan Kurikulum Merdeka untuk kelas 10 saja.
Hal tersebut menjadi sebuah kendala bagi tenaga pendidik dalam penyusunan modul ajar. Selain itu juga dapat menjadi kendala pada mata pelajaran yang tidak ada di website merdeka mengajar seperti pelajaran kewirausahaan. Dengan demikian, tenaga pendidik yang mencari materi-materi atau bahan ajar sendiri. Jadi, pada Kurikulum Merdeka ini tenaga pendidik belum mengetahui bahwa modul ajar yang sudah dirancang sesuai dengan ketentuan atau belum.
Baca Juga: UPI Purwakarta Gelar Penguatan Kompetensi untuk Guru Bahasa Inggris SD
Pada website merdeka mengajar juga menyajikan webinar-webinar bagi tenaga pendidik dan pelatihan melalui video yang dapat diakses tenaga pendidik dimanapun dan kapanpun atau bahkan dapat ditonton berulang kali. Menurut salah satu SMA yang sudah diobservasi, Kurikulum Merdeka cukup efektif bagi tenaga pendidik. Karena materi yang diajarkan kepada siswa menjadi relatif lebih sedikit. Namun ada pula sebagian mata pelajaran yang cukup menyulitkan karena materi yang diajarkan bertambah dan tidak ada sumber dari mana pun.
Menurut hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merdeka yang diterapkan masih belum merata baik dari segi pelatihan pada tenaga pendidik maupun peserta didik. Namun dalam proses evaluasi yang digunakan masih seperti pada Kurikulum 2013, hanya dibedakan dalam tampilan pada rapot peserta didik. Selain itu, proses pembelajaran pun menjadi lebih fleksibel dan optimal.
Baca Juga: Dosen UPI Purwakarta Perkenalkan Teknologi Robot untuk Anak-Anak di Lumajang
Dengan adanya Kurikulum Operasional atau kurikulum dengan kebijakan sekolah masing-masing, proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan dapat menyesuaikan sarana dan prasarana ataupun kesiapan dari pihak sekolah masing-masing. Menurut pandangan beberapa guru, kurikulum merdeka juga memudahkan dalam penyusunan perencanaan pembelajaran.
Bahkan terdapat beberapa mata pelajaran yang hanya memiliki 3 bab bahan ajar. Project pada kurikulum merdeka terdapat kolaborasi dari beberapa mata pelajaran yang memiliki materi yang saling berkaitan, seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan mata pelajaran Seni Budaya. Peserta didik dapat membuat hasil project seperti puisi, drama, dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan kurikulum merdeka efektif diterapkan di Sekolah Menengah Atas.
_____________
Penulis merupakan kelompok Mahasiswa semester 3 Prodi PSTI UPI Purwakarta.
1. Irra Pratiwi
2. Atiek Zahratul Ulum
3. Ririn Nur Aini
4. Raissa Dewi