MALANG, Berifakta.com – Fenomena K-Pop di Indonesia telah berkembang jauh melampaui sekadar kecintaan terhadap musik dan idola. Penggemar K-Pop di negara ini kini menggunakan platform mereka untuk terlibat dalam berbagai kampanye sosial dan politik, menunjukkan bagaimana budaya penggemar dapat menjadi kekuatan perubahan yang signifikan.
Demikian pengantar yang disampaikan oleh Dr. Sunhee Koo, seorang antropolog dari University of Auckland, dalam kelas Kajian Kawasan Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kelas ini merupakan hasil kerjasama Prodi HI UMM dengan University of Auckland’s Strategic Research Institute (SRI) for Korean Studies yang turut didukung oleh Kementerian Pendidikan Republik Korea.
Dalam kelas yang bertajuk “K-Pop, Technology, Power, and Agency” ini, Dr. Sunhee Koo mengungkapkan bahwa kkun penggemar K-Pop di Indonesia tidak lagi hanya berfokus pada konten hiburan. Mereka kini aktif menggunakan media sosial untuk terlibat dalam kampanye lokal dan global. Dari isu-isu politik seperti pemilihan umum hingga masalah sosial yang lebih luas, penggemar K-Pop memanfaatkan platform mereka untuk menyuarakan pendapat dan memobilisir massa.
“Fenomena ini menunjukkan bagaimana teknologi dan media sosial telah memberdayakan penggemar K-Pop untuk menjadi agen perubahan sosial. Mereka tidak hanya mengonsumsi budaya pop, melainkan juga aktif memproduksi makna dan dampak sosial melalui aktivisme digital mereka,” urai Dr. Koo.
Lebih lanjut, Dr. Koo membahas bagaimana fenomena ini telah mengubah dinamika antara industri hiburan, penggemar, dan masyarakat luas. “Agensi K-Pop dan idola kini harus lebih sadar akan dampak sosial dari tindakan mereka,” jelasnya. “Penggemar tidak lagi hanya konsumen pasif, mereka ialah mitra aktif dalam membentuk narasi dan dampak sosial dari K-Pop.”
Dr. Koo juga menekankan pentingnya studi lebih lanjut untuk mempertajam pisau analisis dalam melihat fenomena ini. “Aktivisme penggemar K-Pop di Indonesia menunjukkan bagaimana soft power budaya pop dapat memiliki dampak nyata pada isu-isu sosial dan politik. Ini membuka perspektif baru dalam memahami dinamika hubungan internasional di era digital,” pungkasnya. (*)