BANDUNG, Berifakta.com – Langkah Muhammad Farhan tidak santai saat pertama kali menginjakkan kaki di Balai Kota Bandung.
Ia tidak sekadar duduk di kursi Wali Kota yang baru, ia langsung bekerja. Ia tahu benar: kota ini sedang kelebihan sampah, dan warganya sudah terlalu lama menunggu solusi.
Sejak resmi menjabat pada 20 Februari 2025, Farhan menempatkan penanganan sampah sebagai prioritas utama dalam 100 hari kerjanya. Dia memimpin rapat, meninjau lokasi, dan merancang sistem baru bersama dinas terkait.
Farhan menjelaskan Pemkot Bandung sedang membangun fasilitas pengolahan sampah organik di kawasan Gedebage. Ia menegaskan dengan lantang bahwa pihaknya tidak menggunakan insinerator untuk fasilitas itu.
“Di Gedebage tidak ada yang namanya insinerator. 100 persen penanganan sampah organik,” tegasnya.
Namun, untuk jenis sampah lainnya, Pemkot Bandung tetap mengembangkan insinerator. Saat ini, pemerintah sudah mengoperasikan tiga dari 15 titik insinerator yang direncanakan.
“Dua insinerator aktif di Ciwastra, satu di Bandung Kulon. Sisanya masih tahap konstruksi dan kajian dampak lingkungan,” ungkap Farhan.
Selain membangun infrastruktur, Farhan juga memperkuat pendekatan sosial. Ia ingin warganya terlibat langsung.
Maka, pada akhir Mei 2025, Pemkot Bandung akan meluncurkan strategi baru dalam program Kang Pisman dan Buruan Sae.
Farhan menyebut, pemerintah akan melibatkan RW-RW yang sudah berhasil menjalankan program tersebut untuk melatih RW lainnya.
“Kami akan ajak RW yang berhasil untuk latih RW lain supaya tidak tergantung terus ke DLH atau DKP,” tuturnya.
Ia percaya, kolaborasi warga bisa mempercepat pengurangan sampah dari sumbernya. Farhan ingin masyarakat memiliki kendali, bukan hanya sekadar menunggu pengangkutan dari petugas kota.
Dengan gerak cepat, langkah taktis, dan ajakan kolaboratif, Farhan bertekad mengubah wajah Bandung dari kota yang kewalahan sampah menjadi kota yang mandiri dalam pengelolaannya.