MALANG, Berifakta.com – Kondisi masyarakat di kawasan Asia yang plural akan ras, etnis, dan agama tentu akan memicu berbagai kemungkinan: konfliktual ataupun harmonis. Pada kelas Multikulturalisme di Asia, Dedik Fitra Suhermanto, dosen program studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), memaparkan kondisi Asia yang multikultural sebagai percepatan harmonisasi di kawasan Asia. Kelas ini merupakan hasil kolaborasi prodi HI UMM dengan Eurasia Foundation yang bertajuk Eurasia Lecture Series.
Dedik, sapaan akrabnya, menjelaskan terdapat peran bahasa di tengah-tengah situasi yang multikultural. “Bahasa bisa menjadi perantara individu yang awalnya tidak saling kenal, menjadi dapat berinteraksi satu sama lain,” ujarnya. Penyebaran bahasa asing juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Contohnya, bisa melalui film, musik, atau serial kartun.
Dedik juga memaparkan bahwa multikulturalisme tidak hanya berdampak pada sektor kebudayaan, melainkan juga berdampak pada sektor ekonomi. “Contohnya ialah Kanada, mereka terbuka akan imigrasi karena mereka membutuhkan tenaga kerja produktif. Akibatnya, ekonomi Kanada bisa mencapai surplus,” ungkap Dedik.
Kanada tentu bisa menjadi contoh bagi negara-negara Asia yang sedang mengalami ageing population atau kekurangan tenaga kerja berusia produktif supaya semakin terbuka dengan imigrasi. Dengan kebijakan yang tepat, maka optimalisasi potensi multikultural sebagai jembatan di sektor ekonomi akan maksimal.
Melihat situasi yang demikian, multikulturalisme bukan lagi pilihan, melainkan merupakan keadaan yang harus dihadapi dengan kebijaksanaan. Melalui kelas ini, diharapkan para mahasiswa dapat memahami dan menghargai perbedaan antar individu ataupun kelompok guna terciptanya harmonisasi, tidak hanya di kawasan Asia, namun seluruh dunia. (gi/de)